Ancaman FCTC terhadap Industri Rokok Nasional: Regulasi Global yang Bisa Melemahkan Ekonomi Lokal

Ancaman FCTC terhadap Industri Rokok Nasional: Regulasi Global yang Bisa Melemahkan Ekonomi Lokal – Di tengah upaya global untuk menekan konsumsi tembakau, Indonesia menghadapi tekanan besar dari dorongan penerapan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Perjanjian internasional yang digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini bertujuan mengendalikan peredaran produk tembakau melalui regulasi ketat. Meski Indonesia belum meratifikasi FCTC, sejumlah kebijakan nasional dinilai telah mengadopsi prinsip-prinsipnya secara tidak langsung. Hal ini memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama pelaku industri rokok, petani tembakau, dan akademisi hukum.

Apa Itu FCTC dan Mengapa Kontroversial?

FCTC adalah konvensi internasional yang bertujuan mengurangi konsumsi tembakau melalui:

  • Pelarangan iklan dan promosi produk tembakau
  • Penyeragaman kemasan rokok (plain packaging)
  • Peningkatan cukai dan pajak
  • Pengendalian perdagangan ilegal produk tembakau

Meski bertujuan melindungi kesehatan publik, FCTC dianggap tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi sosial dan ekonomi Indonesia, di mana industri tembakau merupakan sektor strategis yang menyerap jutaan tenaga kerja dan menyumbang triliunan rupiah bagi negara.

Kritik Terhadap Adopsi FCTC di Indonesia

1. Belum Diratifikasi, Tapi Sudah Diadopsi

Ahli hukum ekonomi, Ali Rido, menegaskan bahwa FCTC belum diratifikasi oleh Indonesia, sehingga tidak sah dijadikan rujukan dalam pembentukan regulasi nasional. Ia menyebut penggunaan FCTC sebagai acuan adalah bentuk dominasi agenda asing yang bertentangan dengan semangat kedaulatan hukum Indonesia.

2. Plain Packaging Bisa Mematikan Daya Saing

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengkritik wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Menurutnya, kebijakan ini akan:

  • Menghilangkan strategi pemasaran industri legal
  • Menyulitkan konsumen membedakan produk legal dan slot qris ilegal
  • Memicu lonjakan rokok ilegal yang merugikan penerimaan negara

Dampak Ekonomi: Industri Rokok di Ujung Tanduk

Industri hasil tembakau menyumbang Rp 216,9 triliun atau 72% dari total penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2024. Jika regulasi berbasis FCTC diterapkan secara penuh, dampaknya bisa sangat luas:

1. PHK Massal dan Penurunan Produksi

  • Industri percetakan kemasan rokok akan terdampak langsung
  • Pabrik rokok berisiko menurunkan kapasitas produksi
  • Petani tembakau kehilangan pasar dan pendapatan

2. Lonjakan Rokok Ilegal

  • Kemasan polos memudahkan penyelundupan produk ilegal
  • Rokok ilegal sulit dibedakan dari produk legal
  • Pendapatan negara dari cukai berpotensi turun drastis

Data menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal meningkat slot bonus dari 253,7 juta batang (2023) menjadi 710 juta batang (2024).

Perspektif Petani dan Pekerja Industri

Wakil Sekjen HKTI, Muhammad Sirod, menyebut bahwa industri tembakau adalah “anak bungsu” yang sering disorot, padahal memberikan manfaat besar bagi negara. Ia menilai bahwa tekanan global melalui FCTC lebih menguntungkan negara-negara yang tidak memiliki industri tembakau, dan bisa merugikan Indonesia sebagai produsen utama.

Sekjen APTI, Kusnadi Mudi, menambahkan bahwa lebih dari 6 juta orang bergantung pada industri tembakau, mulai dari petani hingga pekerja pabrik. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan dampak ekonomi sebelum mengadopsi regulasi internasional secara mentah.

Kedaulatan Regulasi: Jangan Dijajah Agenda Asing

Hikmahanto menegaskan bahwa Indonesia harus menolak intervensi slot olympus 1000 asing dalam penyusunan kebijakan nasional. Ia menyebut bahwa adopsi FCTC secara diam-diam oleh Kemenkes mencoreng kemerdekaan bernegara dan berpotensi memecah belah antar kementerian.

“Jangan ketentuan yang dibuat di luar negeri diterapkan di Indonesia. Kalau seperti ini, menunjukkan Indonesia masih dijajah oleh negara lain,” tegasnya.

Alternatif Kebijakan: Pengendalian yang Kontekstual

Pengendalian konsumsi tembakau tetap penting, namun harus dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan kondisi lokal. Beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan:

  • Edukasi publik tentang bahaya rokok
  • Penguatan pengawasan rokok ilegal
  • Cukai yang proporsional dan bertahap
  • Pelibatan stakeholder industri dalam penyusunan regulasi

Penutup: Menjaga Keseimbangan antara Kesehatan dan Ekonomi

FCTC memang bertujuan mulia, namun adopsinya secara penuh tanpa mempertimbangkan kondisi lokal bisa menempatkan industri rokok Indonesia dalam bahaya. Pemerintah perlu bersikap bijak dan kontekstual spaceman slot, menjaga keseimbangan antara perlindungan kesehatan publik dan keberlangsungan ekonomi nasional.